Senin, 03 Juni 2024

Harlah IPARI ke-1, Penyuluh Agama Tanam Mangrove dan Aksi Nyata Zero Plastic

 


Penyuluh Millenial - Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia (IPARI) genap berusia satu tahun pada 26 Mei 2024. IPARI menjadi satu-satunya organisasi profesi penyuluh agama yang ada di negeri ini.

Peringatan hari lahir IPARI yang pertama ini mengusung tema Rawat Bumi Tebar Moderasi. Rangkaian Harlah IPARI yang ke-1, dirayakan oleh para para penyuluh agama melalui 3 gerakan besar, yaitu Penanaman Sejuta Pohon, Gerakan Zero Plastik, dan Seminar Teologi Lingkungan Perspektif Lintas Agama.

Melalui Surat Edaran PP IPARI No: 43/PP.IPARI.Skrt/SE/05/2024 tentang Gerakan Tanam Sejuta Pohon, Gerakan Zero Plastic, dan Diskusi Teologi Lingkungan Perspektif Lintas Agama dalam rangka Hari Lahir ke-1, IPARI menjadikan momentum Harlah IPARI sebagai wujud nyata kepedulian penyuluh agama terhadap alam lingkungan secara menyeluruh di Indonesia.

Ketua Umum PP IPARI, H. Daloh Abdaloh, M.Ikom menyampaikan bahwa penyuluh agama tidak hanya melaksanakan dan mengembangkan bimbingan dan penyuluhan agama, melainkan juga melestarikan lingkungan hidup.

"Penyuluh agama tidak hanya ceramah, tapi juga melakukan aksi nyata pelestarian lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan Edaran Menag Nomor SE.2 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Tugas Penyuluh Agama dalam Mendukung Program Prioritas Pemerintah" ungkapnya.

Sementara, Sekretaris Umum PP IPARI, Elvi mengatakan bahwa rangkaian gerakan dalam rangka Harlah IPARI telah dimulai dari tanggal 26 hingga 31 Mei 2024.

"Gerakan peduli lingkungan ini dilakukan serentak di seluruh Indonesia, pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi wilayah serta diharapkan berkolaborasi lintas sektoral sehingga lebih masif dilakukan" imbuhnya.

Pada puncak perayaan Harlah IPARI ke-1, pengurus pusat melakukan aksi Penanaman Mangrove dan membersihkan limbah plastik di area Taman Wisata Mangrove, Angke Kapuk bersama para pejabat di lingkungan Kementerian Agama pada 30 Mei 2024.

Aksi nyata yang dilakukan oleh IPARI diharapkan terus berkesinambungan dan digerakkan oleh seluruh penyuluh agama di seluruh Indonesia agar manfaat dari pelestarian lingkungan dapat dirasakan oleh masyarakat.***

Jumat, 14 Februari 2020

Resmikan Pusat Informasi Haji dan Umroh di Mangga Dua Square, DMI Berharap Umat Islam Mudah Mengakses

Ketua PW DMI Prov. DKI Jakarta, Drs. KH. Makmun Al-Ayyubi

Jakarta - Ketua Umum Pengurus Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW DMI) Provinsi DKI Jakarta, Drs. KH. Makmun Al-Ayyubi berharap agar Pusat Informasi Haji dan Umroh menjadi pusat kegiatan keagamaan bagi pengurus DMI maupun umat muslim secara menyeluruh. Hal itu disampaikan saat sambutan pada peresmian Pusat Informasi Haji dan Umroh, di Mangga Dua Square pada Rabu, 12 Februari 2020.

"Melalui peresmian gedung Pusat Informasi Haji dan Umroh di lantai 3 Mall Mangga Dua Square, diharapkan masyarakat lebih mudah mengaksesnya informasi karena berdekatan dengan pusat belanja. Terlebih, kami mendorong agar pusat kegiatan keagamaan mampu hadir di tengah-tengah-tengah Mall agar masyarakat tidak hanya berbelanja, melainkan juga terpenuhi kebutuhan rohaninya dengan pengajian dan ta'lim yang terselenggara nantinya" ungkap Makmun.

Ketua Pokjaluh Jakarta Barat, KH. Arief Haryono (kanan) berfoto bersama Ketua PW DMI Prov. DKI Jakarta. 

Kegiatan peresmian diawali dengan pemotongan pita oleh KH. Makmun didampingi oleh Kasi Kemasjidan Kanwil Kemenag DKI Jakarta, KH. Salehuddin dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng dan ramah tamah.

Usai ramah tamah dan Coffee Break, acara dilanjutkan dengan Sosialisasi Pemberangkatan Haji dan Umroh bagi para jama'ah masjid dan majlis ta'lim. Acara tersebut berisi kemudahan untuk berangkat Umroh melalui travel yang terpercaya dan disertifikasi oleh Kementerian Agama. Acara tersebut juga disiarkan secara langsung melalui radio Jakarta Islamic Centre (JIC).

Kasi Kemasjidan Kanwil Kemenag DKI Jakarta, KH. Salehuddin

Pada kesempatan itu, Kasi Bimas Kemasjidan Kanwil Kemenag DKI Jakarta, K.H Salehuddin menyampaikan apresiasinya terhadap peresmian gedung Pusat Informasi Haji dan Umroh. Selain itu, ia juga berharap agar fungsi imarah, ri'ayah, dan idaroh dapat dijalankan melalui gedung tersebut.

"Ada tiga hal yang harus dingat sebagai tupoksi DMI yaitu imarah, ri’ayah dan idaroh. Ketiganya harus melekat pada seluruh program yang dijalankan oleh Dewan Masjid Indonesia. Imarah yaitu untuk kemakmuran masjid, ri’ayah adalah bersifat pemeliharaan sarana, fisik, perizinan dan lainnya. Sedangkan idaroh meliputi administrasi managemen, pembukuan dan keuangan," ungkapnya.

Di akhir sambutannya, Salehuddin menyampaikan bahwa kerjasama antara Kementerian Agama, khususnya bidang Kemasjidan dan Dewan Masjid Indonesia harus terus dilakukan. Di samping dalam kegiatan, maupun dalam kebijakan.

"Hal itu perlu dilakukan agar umat Islam dapat menjalankan ibadah dengan nyaman dan damai. Serta, pengurus masjid juga mendapatkan keberkahan dari apa yang dilakukannya dalam meramaikan masjid," tutupnya. (Red-ms)

Selasa, 11 Februari 2020

Mantan Pengikut ISIS, Imbau Masyarakat Agar Tak Mudah Terbujuk Propaganda

Febri Ramdani, penulis buku "300 Hari di Bumi Syam : Catatan Perjalanan Mantan Pengikut ISIS"

Jakarta - Polemik ISIS (Islamic State in Iraq and Syria) masih saja terjadi di Indonesia. Akhir-akhir ini muncul pro kontra mengenai kepulangan mantan pengikut ISIS ke Indonesia. Ada yang menganggapnya sebagai ancaman sehingga menolak kedatangan mereka, ada pula yang iba atas nasib yang dialami sehingga perlu dibantu dengan memulangkan mereka kepada keluarga di Indonesia.

Febri Ramdani, salah seorang mantan pengikut ISIS yang kini kembali di Indonesia, mengungkapkan perjalanannya selama ditahan di Syria hingga kembali ke Indonesia. Melalui buku "300 Hari di Bumi Syam: Catatan Perjalanan Mantan Pengikut ISIS", dia bercerita mengenai gambaran ISIS yang melakukan propaganda agar dirinya bergabung dan menjadi pasukan mereka.

Buku tersebut dilaunching dan dibedah pada Selasa, 11 Februari 2020 di Gedung IASTH lantai 3 kampus Universitas Indonesia, Salemba bersama Yon Machmudi, Ph.D (Ketua Prodi Kajian Timur Tengah dan Islam SKSG UI) dan Muhammad Syauqillah, Ph.D (Pengamat Timur Tengah dan Terorisme). Dihadiri oleh puluhan peserta yang antusias ingin mendengar cerita perjalanan dari mantan ISIS secara langsung.

Awalnya, tidak ada keinginan dari Febri untuk pergi ke Syria. Namun, faktor keluarga lah yang mendorong nya untuk mengetahui ISIS melalui internet. Pada tahun 2015, sekitar 26 anggota keluarganya pergi ke Syria (alasan berobat). Ia ditinggalkan sendiri di Depok, hidup dalam kesepian dan tak ada keluarga. Dalam setahun, ia sering mendapat bujukan dari saudaranya bahwa tinggal di Syria akan mendapatkan kenikmatan dan kenyamanan hidup.

Ia tak mudah percaya, hingga ia sendiri yang membuktikannya dengan mengakses informasi melalui internet. Banyaknya informasi dan propaganda ISIS mengenai keindahan nuansa kota yang damai, bersih, akhirnya ia mulai yakin. Sehingga, di tahun 2016 dia memutuskan untuk menemui keluarganya dan pindah kesana.

Dalam buku tersebut, diceritakan juga mengenai penyesalan Febri yang tergoda bujukan untuk mengikuti ISIS yang ternyata semua palsu. Dia tidak menemukan kedamaian dan keindahan negara yang diharapkan.

Muhammad Syauqillah, Ph.D, pengamat Timur Tengah dan Terorisme mengatakan bahwa masalah kepulangan mantan ISIS ini bukan hanya sekedar kemanusiaan dan ideologi, melainkan juga mengenai kejelasan status kewarganegaraan mereka. Selain itu, kaitannya dengan aturan turunan yang harus diperjelas dalam penentuan keputusan nantinya.

Sementara, Yon Machmudi menyampaikan bahwa dari gambaran yang diceritakan oleh Febri, dapat diambil hikmahnya yaitu munculnya tuntutan kesadaran beragama dipicu melalui permasalahan yang dialami. Febri misalnya, tadi menyampaikan bahwa keinginan pindah ke Syria karena faktor keluarga, lebih tepatnya karena perceraian kedua orangtuanya.

Seseorang yang mengalami masalah, cenderung mencari alternatif penyelesaian melalui pranata sosial yang lainnya. Sebenarnya, ada pranata sosial misalnya ormas keagamaan, ormas politik, lembaga pendidikan yang dapat menyalurkan kegiatan positif dari dampak permasalahan tersebut. Namun, itu semua dianggap tidak mampu menanganinya yang akhirnya terbujuk rayuan untuk ikut ISIS.

Maka, seharusnya lembaga pendidikan, ormas politik, ormas keagamaan mampu menjadi alternatif solusi jika terjadi permasalahan hidup di masyarakat agar tidak terjerumus kepada pelarian yang salah.


Muhammad Shofi, penyuluh agama Islam Kec. Tamansari yang hadir dalam kegiatan tersebut, juga memberikan saran kepada masyarakat agar menjadikan Kantor Urusan Agama di daerah masing-masing sebagai salah satu pranata pembinaan dan penyelesaian persoalan hidup di masyarakat.

"Kementerian Agama telah memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan konsultasi baik perseorangan maupun kelompok, berkaitan dengan masalah keagamaan ataupun masalah kehidupan bermasyarakat yang sering terjadi. Melalui penyuluh agama di Kantor Urusan Agama, masyarakat bisa mendapatkan jawaban dari setiap persoalan yang dialami," pungkasnya. (Red-ms)

Selasa, 10 Desember 2019

Penggembala yang Kehilangan Kambingnya

Ilustrasi Penggembala Kambing

Seorang penggembala menggiring kambingnya menuju ladang. Di tengah terik mentari, ia berjalan mencari rumput untuk persediaan makanan kambingnya.

Mentari begitu menyengat, ia letih dan berteduh di bawah pohon rindang. Lama berselang, ia terbangun dari tidurnya dan mendapati senja telah menyapa.

Ia melihat sekeliling, hanya hamparan rerumputan yang hening. Ia lupa bahwa tali di leher kambing belum terikat ke pohon. Dia terlena membiarkan kambingnya bebas hingga akhirnya merasakan kehilangan.

Manusia, terkadang seperti penggembala itu. Ia terlena atas kenyamanan yang dirasakan hingga lupa dengan amanah yang harus ia jaga. Karena terlalu nyaman, manusia bisa berbuat sesuka hatinya. Tidak mau berkeringat, tidak mau bergerak maju hingga lalai terhadap amanah yang diterimanya.

Akhirnya, penyesalan menjadi ujung dari perjalanannya. Ia kehilangan amanah, kehilangan kepercayaan hingga kehilangan arah dan tujuan. Nauzubillah.

Kamis, 05 Desember 2019

Kriteria Imam Sholat Menurut Imam Besar Istiqlal

KH. Nasaruddin Umar saat menyampaikan materi di hadapan peserta pelatihan Imam di Hotel Amaris, Jakarta.



Jakarta - Pelatihan Imam Masjid yang dilaksanakan oleh Sub Bidang Pendidikan dan Diklat Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal (BPPMI) dilaksanakan pada Sabtu-Minggu, 30 November - 1 Desember 2019 di Hotel Amaris, Juanda, Jakarta Pusat.

Narasumber yang hadir dalam kegiatan tersebut, salah satunya adalah imam besar masjid Istiqlal, KH. Nasaruddin Umar. Beliau menyampaikan bahwa menjadi imam sholat di masjid dan musholla itu tugas yang mulia.

Meski terkadang sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat dan mendapat julukan merbot. Namun, hakikat menjadi imam itu tidak mudah karena selain harus melantunkan ayat-ayat al-qur'an, ia juga harus menyampaikan kalamullah (Speech of God).

Kalamullah berisi tentang perintah dan larangan bagi umat, sekaligus petunjuk bagi kehidupan manusia. Inilah yang utama dari seorang imam, yaitu menyampaikan kalamullah.

Maka, menjadi imam itu hendaknya menjaga marwah dan menjaga kehormatannya dari perbuatan yang sia-sia atau terlarang.
Imam berasal dari huruf Alif dan Min, kemudian disebut ummi diartikan sebagai ibu, pribumi dan bisa juga berarti buta huruf.

Imam identik dengan figur yang terdepan, memberi ketulusan dan kasih sayang kepada makmum (jama'ah) nya, menjadi teladan bagi masyarakat. Tak heran, jika terkadang ada masyarakat yang menganggap imam adalah figur yang sering dijadikan rujukan dalam permasalahan apapun.

Kemuliaan yang dimiliki oleh seorang imam tidak boleh direndahkan dengan penghargaan yang minim. Imam harus ditempatkan pada posisi yang terhormat dan dihargai lebih tinggi dibandingkan yang lain. Tidak layak jika seorang imam yang hafal qur'an namun kesejahteraannya hanya dihargai sekitar 500 ribu sebulan, padahal dia yang memimpin sholat jama'ah.

Maka, melalui kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan para imam masjid, khususnya dalam tahsin al-qur'an. Selain itu, kami mohon do'a dari para imam agar senantiasa mampu meningkatkan marwah dan kesejahteraan imam. Semoga. (Red-msfi)

Kamis, 21 November 2019

Tiga Tantangan Dakwah Era Millenial



Foto bersama para penyuluh agama Islam Jakarta Barat

Derasnya arus informasi akibat makin canggihnya teknologi telah merubah karakter hidup masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh lambatnya penyesuaian masyarakat itu sendiri terhadap efek teknologi. Pola maupun gaya hidup masyarakat di era millenial II memerlukan teknik maupun pendekatan kepenyuluhan yang lebih efektif.

Setidaknya, terdapat tiga aspek yang melatarbelakanginya. Pertama, di era millenial umat Islam dihadapkan dengan pemikiran liberal/sekuler. Kedua, tantangan bagi da’i untuk mendakwahkan Islam wasathiyah / moderat dan ketiga, Indonesia menjadi pasar berbagai macam ideologi yang datang dari luar. Di era millenial diperlukan figur da’i progresif yang tidak hanya memiliki kualifikasi qolbu, tetapi juga Ilmu, Sosial, Ekonomi dan Fisik.

Seorang da’i tidak cukup hanya memiliki kualitas qolbu atau kebaikan hati saja. Keilmuan yang memadai merupakan alat utama yang wajib dikuasai da’i. Tanpa keilmuan maka seseorang tidak akan dapat menjadi da’i yang baik. Untuk dapat berinteraksi dengan baik, maka da’i harus mampu bersosialisasi dengan baik pula. Mengingat tugas da’i adalah di lapangan, faktor fisik merupakan modal penting untuk melakukan mobilisasi. Sedangkan faktor ekonomi merupakan pelengkap dari keempat komponen tersebut.

Terdapat tiga tantangan utama dakwah di era millenial, yakni perubahan perilaku pada masyarakat, transmisi ajaran Islam dari da’i ke mad’u (objek dakwah) dan pada saat yang sama masyarakat yang menjadi objek dakwah pasti berinteraksi dengan pihak lain yang belum tentu membawa pesan baik.

Perubahan perilaku akibat pengaruh teknologi dan globalisasi harus disikapi secara arif dan bijaksana. Tantangan tersebut merupakan faktor utama yang harus dinetralisir melalui kearifan ilmu dan sikap. Setelah perubahan perilaku membaik, maka baru kemudian dapat terjadi transfer ajaran agama. Pengertian yang telah tertanam akan mendapat pengaruh dari interaksi dengan orang lain. Jika mad’u sudah tidak terpengaruh oleh masyarakat lain yang berbeda, maka tanda-tanda keberhasilan dakwah mulai nampak. Semoga. (Red-M. Shofi)