Selasa, 10 Desember 2019

Penggembala yang Kehilangan Kambingnya

Ilustrasi Penggembala Kambing

Seorang penggembala menggiring kambingnya menuju ladang. Di tengah terik mentari, ia berjalan mencari rumput untuk persediaan makanan kambingnya.

Mentari begitu menyengat, ia letih dan berteduh di bawah pohon rindang. Lama berselang, ia terbangun dari tidurnya dan mendapati senja telah menyapa.

Ia melihat sekeliling, hanya hamparan rerumputan yang hening. Ia lupa bahwa tali di leher kambing belum terikat ke pohon. Dia terlena membiarkan kambingnya bebas hingga akhirnya merasakan kehilangan.

Manusia, terkadang seperti penggembala itu. Ia terlena atas kenyamanan yang dirasakan hingga lupa dengan amanah yang harus ia jaga. Karena terlalu nyaman, manusia bisa berbuat sesuka hatinya. Tidak mau berkeringat, tidak mau bergerak maju hingga lalai terhadap amanah yang diterimanya.

Akhirnya, penyesalan menjadi ujung dari perjalanannya. Ia kehilangan amanah, kehilangan kepercayaan hingga kehilangan arah dan tujuan. Nauzubillah.

Kamis, 05 Desember 2019

Kriteria Imam Sholat Menurut Imam Besar Istiqlal

KH. Nasaruddin Umar saat menyampaikan materi di hadapan peserta pelatihan Imam di Hotel Amaris, Jakarta.



Jakarta - Pelatihan Imam Masjid yang dilaksanakan oleh Sub Bidang Pendidikan dan Diklat Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal (BPPMI) dilaksanakan pada Sabtu-Minggu, 30 November - 1 Desember 2019 di Hotel Amaris, Juanda, Jakarta Pusat.

Narasumber yang hadir dalam kegiatan tersebut, salah satunya adalah imam besar masjid Istiqlal, KH. Nasaruddin Umar. Beliau menyampaikan bahwa menjadi imam sholat di masjid dan musholla itu tugas yang mulia.

Meski terkadang sering dipandang sebelah mata oleh masyarakat dan mendapat julukan merbot. Namun, hakikat menjadi imam itu tidak mudah karena selain harus melantunkan ayat-ayat al-qur'an, ia juga harus menyampaikan kalamullah (Speech of God).

Kalamullah berisi tentang perintah dan larangan bagi umat, sekaligus petunjuk bagi kehidupan manusia. Inilah yang utama dari seorang imam, yaitu menyampaikan kalamullah.

Maka, menjadi imam itu hendaknya menjaga marwah dan menjaga kehormatannya dari perbuatan yang sia-sia atau terlarang.
Imam berasal dari huruf Alif dan Min, kemudian disebut ummi diartikan sebagai ibu, pribumi dan bisa juga berarti buta huruf.

Imam identik dengan figur yang terdepan, memberi ketulusan dan kasih sayang kepada makmum (jama'ah) nya, menjadi teladan bagi masyarakat. Tak heran, jika terkadang ada masyarakat yang menganggap imam adalah figur yang sering dijadikan rujukan dalam permasalahan apapun.

Kemuliaan yang dimiliki oleh seorang imam tidak boleh direndahkan dengan penghargaan yang minim. Imam harus ditempatkan pada posisi yang terhormat dan dihargai lebih tinggi dibandingkan yang lain. Tidak layak jika seorang imam yang hafal qur'an namun kesejahteraannya hanya dihargai sekitar 500 ribu sebulan, padahal dia yang memimpin sholat jama'ah.

Maka, melalui kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan kemampuan para imam masjid, khususnya dalam tahsin al-qur'an. Selain itu, kami mohon do'a dari para imam agar senantiasa mampu meningkatkan marwah dan kesejahteraan imam. Semoga. (Red-msfi)

Kamis, 21 November 2019

Tiga Tantangan Dakwah Era Millenial



Foto bersama para penyuluh agama Islam Jakarta Barat

Derasnya arus informasi akibat makin canggihnya teknologi telah merubah karakter hidup masyarakat. Hal ini diakibatkan oleh lambatnya penyesuaian masyarakat itu sendiri terhadap efek teknologi. Pola maupun gaya hidup masyarakat di era millenial II memerlukan teknik maupun pendekatan kepenyuluhan yang lebih efektif.

Setidaknya, terdapat tiga aspek yang melatarbelakanginya. Pertama, di era millenial umat Islam dihadapkan dengan pemikiran liberal/sekuler. Kedua, tantangan bagi da’i untuk mendakwahkan Islam wasathiyah / moderat dan ketiga, Indonesia menjadi pasar berbagai macam ideologi yang datang dari luar. Di era millenial diperlukan figur da’i progresif yang tidak hanya memiliki kualifikasi qolbu, tetapi juga Ilmu, Sosial, Ekonomi dan Fisik.

Seorang da’i tidak cukup hanya memiliki kualitas qolbu atau kebaikan hati saja. Keilmuan yang memadai merupakan alat utama yang wajib dikuasai da’i. Tanpa keilmuan maka seseorang tidak akan dapat menjadi da’i yang baik. Untuk dapat berinteraksi dengan baik, maka da’i harus mampu bersosialisasi dengan baik pula. Mengingat tugas da’i adalah di lapangan, faktor fisik merupakan modal penting untuk melakukan mobilisasi. Sedangkan faktor ekonomi merupakan pelengkap dari keempat komponen tersebut.

Terdapat tiga tantangan utama dakwah di era millenial, yakni perubahan perilaku pada masyarakat, transmisi ajaran Islam dari da’i ke mad’u (objek dakwah) dan pada saat yang sama masyarakat yang menjadi objek dakwah pasti berinteraksi dengan pihak lain yang belum tentu membawa pesan baik.

Perubahan perilaku akibat pengaruh teknologi dan globalisasi harus disikapi secara arif dan bijaksana. Tantangan tersebut merupakan faktor utama yang harus dinetralisir melalui kearifan ilmu dan sikap. Setelah perubahan perilaku membaik, maka baru kemudian dapat terjadi transfer ajaran agama. Pengertian yang telah tertanam akan mendapat pengaruh dari interaksi dengan orang lain. Jika mad’u sudah tidak terpengaruh oleh masyarakat lain yang berbeda, maka tanda-tanda keberhasilan dakwah mulai nampak. Semoga. (Red-M. Shofi)